Sex, Drugs, & Rock n’ Roll.

Namaku Kevin, aku lahir di keluarga yang bisa dibilang agamis. Ayahku seorang ustad yang cukup dipandang di lingkunganku sekaligus seorang pengusaha, hampir semua bisnis digelutinya, mulai ternak unggas, tambak ikan mujair, sampai bisnis pil koplo dan sabu. Sejak kecil aku sering diajaknya memanen telur-telur unggas kemudian mengantarnya ke pengepul menggunakan mobil pick up yang ayah dapat dari salah satu pasien sabunya, mobil itu digadaikan untuk ditukar dengan beberapa gram sabu. Di rumah, ayah biasanya menimbang sabu di atas meja ruang keluarga sambil menonton berita politik di televisi, disamping ibuku yang sibuk menghitung pil koplo untuk di packing per seribu butir, sedang aku di kamar membaca komik yang setiap minggu dibelikan baru oleh ayah. Aku mengenal narkoba sejak aku kecil, melihat barang-barang yang selalu ada di rumah membuatku penasaran akan efek dari obat-obat ini. Sejak SD aku ketagihan mengonsumsi pil koplo, ayah dan ibuku mengetahui ini, namun, seperti aku dibiarkan. Mungkin karena saat itu bisnis ayah sedang jaya, setiap dua hari sekali selalu ada orang datang ke rumah untuk mengambil barang, berbincang tentang pembagian wilayah peredaran di sekitar Malang, Kediri, sampai Tulungagung. Semakin lama aku semakin tertarik dengan pekerjaan ayahku, saat SMP aku sudah diajarkan mengedarkan narkoba dan menjadi pengedar paling tersohor diantara kawan-kawanku di sekolah, bukan hanya sekolahku, tapi juga sekolah-sekolah lain di sekitar lingkunganku. Aku menjadi anak yang paling dicari oleh teman-teman perempuan di sekolahku. Secara wajah aku cukup rupawan, apa yang aku kenakan dari ujung kepala sampai ujung kaki adalah barang-barang dari brand-brand terkemuka, bermain band bersama teman-temanku, dan aku mengendarakan ninja dua tak, teman-teman yang bergaul denganku pun adalah anak-anak yang tak kalah tenarnya denganku. Aku adalah definisi keren sebenarnya, tidak heran wanita-wanita gampang saja untuk aku dekati. Ayahku membangun dua masjid di dua dusun di lingkunganku, menjadikan ayah terpandang di mata para tetanggaku. Aku pun harus menjaga reputasi itu. Di lingkungan rumah aku terlihat baik, selayaknya anak-anak sebayaku, tidak pernah aneh-aneh, sering mengaji, dan sholat ke masjid. Ayah ibuku pun menganjurkan seperti itu, sangat bertolak belakang dengan kelakuanku di luar lingkungan rumah, sampai bom yang selama ini dimainkan ayahku meledak secara tiba-tiba. Sekelompok polisi menggeledah rumahku, ayahku dihajar di ruang tamu. Setiap sudut rumahku tak luput dari pemeriksaan petugas, beruntung beberapa hari sebelum penggrebekan ada sejumlah orang yang datang ke rumahku memindahkan berkilo-kilo barang yang ayah simpan di plafon rumah ke tempat lain yang aku pun tidak tahu dimana. Ayahku tertangkap bersama barang bukti sabu yang hanya setengah gram. Enam bulan ia menjalani masa tahanan, ayah menyuruhku untuk kembali mengibarkan bendera miliknya, tapi aku menolak, aku menjelaskan padanya bahwa bendera miliknya sudah hancur, dan kini saatnya aku mengibarkan benderaku sendiri. Aku melanjutkan bisnis ayah, dengan cara kerjaku, orang-orangku dan target pemasaran milikku ditambah pasien-pasien lama milik ayah, ibuku sudah sama sekali tidak terlibat dalam bisnisku ini. Ia hanya mengurusi rumah dan menerima uang bulanan dari aku dan kakak perempuanku yang sedang bekerja di Malaysia. Aku menarget anak-anak kuliahan sebagai pasien-pasienku, dalam waktu kurang dari enam bulan benderaku berkibar di tujuh kampus di Malang. Aku memiliki dua gudang untuk menyimpan barang-barangku, kurir-kurir setia berjalan bersamaku, bahkan, kini bisnisku meluas ke peredaran ganja. Aku mendapat pasokan barang dari rekan kerja ayahku dulu, dan setiap barang yang baru datang, aku selau mencobanya terlebih dahulu, terutama sabu dan ganja. Sampai saat ini pekerjaanku diketahui oleh ibuku, namun, ia pun masih membiarkan karena dari dulu sampai saat ini keluarga kami terhidupi oleh peredaran narkoba. Apalagi saat ini ayah dipenjara, memaksa kebutuhan kami akan uang semakin banyak untuk bernegosiasi meringankan hukuman ayah.


Aku sudah jarang tidur pulang ke rumah, kehidupanku berpindah-pindah, keliling kota-kota. Untuk bisnisku kini aku hanya mengawasi peredaran dan keluar-masuknya uang melalui telepon genggamku. Aku semakin larut dalam permainan ini, kehidupanku seluruhnya aku dedikasikan untuk dosa dan kenikmatan-kenikmatan duniawi. Uangku aku hamburkan untuk narkoba dan eksplorasi seksual. Threesome, foursome, bahkan aku pernah berpesta seks dengan enam wanita menggerayangi tubuhku. Kami berpesta sabu terlebih dahulu, aku menambahkan empat puluh butir pil dextro untuk staminaku, baru kemudian kami bertujuh jatuh dalam kenikmatan dosa. Tujuh jam lebih aku meladeni mereka berenam. Di setiap kota yang aku singgahi, aku selalu punya teman ‘bermain’ untuk dituju.
Tidak bertahan lama sampai teman ‘bermain’ku itu termakan ajakan polisi untuk menjebakku. Tiga tahun setelah ayahku menjalani hukuman, aku tertangkap dengan barang bukti yang jauh lebih banyak dari kasus ayahku, dan ancaman hukuman yang jauh lebih mengerikan. Kini aku berada di penjara yang sama dengan ayahaku. Namun, kehidupanku di penjara langsung terjamin karena selama ini ayahku pun mengibarkan benderanya di dalam penjara. Namanya sudah tersohor, tidak hanya di dalam penjara, di luar penjara pun bisnis ayahku masih berjalan. Kini dia bermain di ranah yang lebih besar. Koleganya berasal dari mafia-mafia besar di Afganistan, TRIAD di China, sampai Yakuza di Jepang, juga mafia Malaysia yang tidak lain adalah kakak perempuanku, dan aku baru mengetahuinya. Permainan mereka adalah ekspor-impor barang beratus-ratus kilo, bahkan takaran yang mereka gunakan adalah satuan ton, bukan lagi gram atau kilogram. Kini ibuku sudah berpindah rumah ke desa dimana keluarga ibuku berasal karena mungkin sudah tak sanggup menahan beban reputasi di keluarga kami. Ya, inilah duniaku, inilah hidupku.


Malang, 29 Oktober 2018.


gambar diambil sembarangan dari google.

Tinggalkan komentar

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

Atas ↑

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Ayo mulai